A. Pengertian Hadits Dhoif
Menurut bahasa, dhaif berarti lemah, yakni hadist yang lemah atau hadits
yang tidak kuat. Menurut istilah An-Nawawiy merumuskan definisi hadist dhoif
sebagai berikut:1
الحديث الضعيف هو ما لم يو جد فيه شروط من شروط الحسن
Artinya: Hadits yang di dalamnya tidak ditemukan syarat-syarat yang wajib
ada dalam hadits shahih dan hasan.
Sedangkan, Nur Din ‘Itr mendefinisikan hadits dhoif sebagai berikut :2
الحديث الضعيف هو ما فقد شرطا من شروط الحديث المقبول
Artinya: Hadist yang di dalamnya tidak ditemukan satu syarat dari syaratsyarat hadits yang diterima (maqbul).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadits dhoif ialah hadist
mardud.
Sebab kedhoifan suatu hadist ada dua macam, yaitu
1. Dari segi sanad yang terputus
2. Dari segi cacat pada rowinya
B. Pembagian Hadits Dhoif
1. Pembagian Hadits Dhoif dari Segi Sanad yang Terputus
Hadits yang teranggap lemah karena putus (gugur, tidak tersebut) sanadnya
ialah sebagai berikut:
a. Hadits Mu’allaq (معلق)
Mu’allaq berasal dari kata dasar ‘alaqa (علق) yang berarti tergantung atau
digantungkan. Sedangkan menurut istilah ialah 3
هو الذى ما حذف من اول اسناد واحد فاكثر على التوالى
Artinya: Hadits yang perawinya digugurkan, seorang atau lebih di awal
sanadnya secara berurutan.
Contoh:4
قال أبو عيسى: وقد روي عن عائشة عن النبي ص.م. قال: من صلى بعد
المغرب عشرين ركعة بنى الله له بيتا فى الجنة
Artinya: Berkata Abu ‘Isa (Turmudzi) dan sesungguhnya telah diriwayatkan
dari ‘Aisyah, dari Nabi saw. Beliau bersabda : “Barang siapa shalat sesudah
maghrib, 20 rakaat, Allah akan mendirikan baginya sebuah rumah di surga”.
Keterangan:
1) Gambaran sanadnya begini:
1. Abu ‘Isa (Turmudzi)
2. ‘Aisyah
3. Rasulullah saw.
2) Turmudzi tidak bertemu dan tidak sezaman dengan ‘Aisyah. Jadi tentu antara
kedua-keduanya itu ada beberapa orang rawi lagi. Karena, tidak disebu rawirawinya ini, maka dinamakan dia gugur, seolah-olah hadits itu tergantung.
Oleh karena itulah dinamakan Mu’allaq.
3) Setiap Hadits Mu’allaq, hukumnya lemah, tidak boleh dipakai. Oleh sebab
demikian, hadits tersebut tidak boleh dipakai.
Hukum di atas adalah untuk hadits mu’allaq secara umum. Akan tetapi,
hadits mu’allaq yang terdapat di dalam kitab shahih, seperti kitab shahih bukhari
dan muslim, mempunyai ketentuan khusus. Hal tersebut dikarenakan pada
dasarnya sanad dari hadits-hadits itu adalah bersambung, namun karena untuk
meringkas dan mengurangi terjadinya pengulangan, maka sebagian perawinya
dihapus. 5
b. Hadits Mursal (مرسل)
Mursal berasal dari kata dasar arsala (ارسل) yang berarti melepaskan. Secara
istilah hadits mursal ialah
هو ما سقط من آخر اسناد من بعد التابعى
Artinya: Hadits yang di akhir sanadnya ditemukan adanya perawi yang
gugur setelah tabi’i6
Dengan kata lain, hadits mursal ialah satu hadits yang diriwayatkan oleh
seorang tabi’i langsung dari Nabi Muhammad saw. dengan tidak menyebutkan
nama orang yang menceritakan kepadanya (sahabat). 7
Jelasnya: dalam sanad tersebut, tabi’i tidak menyebut nama orang yang
mengkhabarkan hadits itu kepadanya (sahabat), tetapi langsung menyebut Nabi
saw. saja.8
Contoh:9
عن مالك عن عبد الله بن ابي بكر بن حزم ان فى الكتاب اللذي كتبه
رسول الله ص.م. لعمر بن حزم: ان لايمس القرآن الا طاهر
Artinya: Dari Malik, dari ‘Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm, bahwa dalam
surat Rasulullah saw. tulis kepada ‘Amr bin Hazm (tersebut): “bahwa tidak
menyentuh Qur’an melainkan orang yang suci”
Keterangan:
1) Gambaran susunan sanad hadits tersebut:
1. Malik
2. ‘Abdullah bin Abi Bakr,
3. Rasulullah saw.
2) Abdullah bin Abi Bakr ini seorang tabi’i, sedangkan seorang tabi’i tidak
semasa dan tidak bertemu dengan Nabi saw. Jadi, mestinya ‘Abdullah
menerima riwayat itu dari seorang lain atau sahabi.
Karena, ia tidak menyebutkan nama sahabi atau orang yang mengkhabarkan
kepadanya itu,tetapi ia langsungkan kepada Rasulullah, maka yang begini
dinamakan mursal.
Terkait masalah kehujjahan hadist mursal sendiri, para ahli berbeda
pendapat, diantaranya adalah: 10
Pertama, hadits mursal dapat dijadikan hujjah secara mutlak,
sebagaimmana pandangan Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan
sebagian ulama lainnya.
Kedua: tidak dapat dijadikan hujjah secara mutlak, sebagaimana pandangan
Imam Muslim.
Ketiga, boleh dijadikan hujjah, sebagaimana pandangan Imam Syafi’i,
dengan catatan memenuhi empat kriteria, yaitu:
1) Diriwayatkan oleh pembesar tabi’i
2) Perawinya tsiqqah
3) Tidak ada kerancuan
4) Diriwayatkan perawi lain pada jalur yang lain pula.
Diantara kitab yang memuat Hadits Mursal ialah Al-Murasil karya Abu Daud,
Al- Murasil karya Ibn Abi Hatim, dll.
c. Hadits Mu’dhal (معضل)
Mu’dhal menurut bahasa ialah tempat memberatkan atau tempat
melemahkan. Sedangkan menurut istilah mu;dhal ialah
هو ما سقط من اسناده اثنان فاأكثر على التوالى
Artinya: hadits yang sanadnya gugur dua rawi atau lebih secara berurutan
Dapat dipahami bahwa hadits mu’dhal adalah setiap hadits yang gugur 2
orang perawi atau lebih berturut-turut, baik itu terjadi diawal, dipertengahan, atau
diakhir sanad.11
Contoh:12
(الشافعي) أخبرنا سعيد بن سالم عن ابن جريج ان رسول الله ص.م. كان اذا راى
البيت رفع يديه
Artinya: (Kata Syafi’i) telah mengkhabarkan kepada kami, Sa’id bin Salim,
dari Ibnu Juraij, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. apabila melihat Baitullah,
beliau mengangkat kedua tangannya
Keterangan:
1) Gambaran sanadnya
1. Syafi’i
2. Sa’id bin Salim
3. Ibnu Juraij
4. Rasulullah saw.
2) Ibnu Juraiij (80-149 H) tersebut tidak sezaman dengan Nabi, bahkan
masanya itu dibawah tabi’in. Dia disebut tabi’ut-tabi’in, yakni pengikut
tabi’in. Jadi, antara dia dengan rasulullah ada dua orang perantara, yaitu
tabi’in dan sahabat. Karena kedua orang tersebut tidak disebutkan serta gugur
secara berurutan, maka riwayat diatas dikatakan Mu’dhal.
Hadits mu’dhal itu hukumnya lemah, yakni tidak boleh dipakai untuk
menetapkan suatu hukum atau kejadian.
d. Hadits Munqati’ (منقطع)
Secara bahasa, munqathi’ berasal dari kata dasar inqatha’a, artinya terputus.
Sedangkan menurut istilah ialah
هو مالم يتصل اسناده على اي وجه كان انقطاعه
Artinya: hadits yang tidak bersambung sanadnya, dan keterputusan sanad
tersebut bisa terjadi idmana saja.
Dapat dipahami bahwa hadis munqati’; adalah hadits yang mengalami
keterputusan sanad, seorang atau lebih, tapi tidak secara beruntun, tidak pula pada
satu thabaqah.
Keterputusan mata rantai sanad dalam hadis munqathi’, dapat diketahui
melalui hal-hal sebagai berikut:
1) Setelah dilakukan penelitian ulang, dengan berpijak pada masa hidup perawi
hadits yang tidak segenerasi.
2) Dari adanya perawi lain yang juga meriwayatkan hadits yang sama.
3) Adanya ketidakjelasan mata rantai sanad. Hal ini hanya bisa diketahui oleh
mereka yang memang memiliki keahlian.13
Contoh gugur seorang rawi : 14
قال احمد بن شعيب انا قتيبة بن سعيدنا ابو عوانة نا هشام بن عروة عن
فاطمة بنت المنذر عن ام سلمة ام المؤمنين قالت: قال رسول الله ص.م.
لايحرم من الرضاع الا ما فتق الامعاء فى الثدي وكان قبل الفطام.
(
١٠ :٢٠ المحلى)
Artinya: berkata Ahmad bin Syu’aib (Imam Nasa’i) telah mengkhabarkan kepada
kami. Qutaibah bin Sa’id, telah menceritakan kepada kami. Abu ‘Awanah, telah
menceritakan kepada kami, Hisyam bin ‘Urwah, dari Fatimah binti Mundzir, dari
Ummi Salamah, Ummil-M’minin, ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw. :”
tidak menjadikan haram dari penyusun, melainkan apa-apa ynag sampai di
pencernaan dari susu, dan adalah (= teranggap hal ini) sebelum (anak) berhenti
(dari minum susu)”. (al-mahalla 10:20)
Keterangan:
1) Sanad hadits ini, kalau kita gambarankan, akan tampak demikian:
1. Ahmad bin Syu’aib
2. Qutaibah bin Sa’id
3. Abu ‘Awanah
4. Hisyam bin ‘Urwah
5. Fatimah binti Al Mundzir
6. Ummu Salamah
7. Rasulullah saw.
Fatimah tidak mendengar hadits tersebut dari Ummu Salamah. Waktu
Ummu Salamah meninggal, Fatimah ketika itu masih kecil dan tidak bertemu
dengannya.
Jadi terang, bahwa antara Fatimah dan Ummu Salamah, ada seorang rawi
yang gugur. Oleh karena ini, hadits itu dinamakan munqathi’
Hadits munqathi’ hukumnya lemah, yakni tidak boleh dipakai atau dijadikan
hujjah dalam agama.
e. Hadits Mudallas (مدلس)
Mudallas secara bahasa berarti yang ditutup atau yang disamarkan. Adapun
secara istilah, hadits mudallas ialah
إخفاء عيب في الإسناد ومحسين لظاهره
Artinya: menyembunyikan cacat dalam sanad dan menampakkannya pada
lahirnya seperti baik.
Hadits mudallas terbagi menjadi dua, yaitu: Tadlis Al-Isnad dan Tadlis AlSyuyukh.
1) Tadlis Al-Isnad
Periwayat hadits menyatakan telah menerima hadits dari periwayt tertentu
yang sezaman dengannya, padahal mereka tidak pernah bertemu atau mungkin
saja mereka pernah bertemu, tetapi antara mereka tidak pernah atau diragukan
pernah terjadi kegiatan penyampaian dan penerimaan riwayat hadits. Dalam hal
ini terjadi penyembunyian (pengguguran) periwayat dalam sanad.
Hadis yang di tadlisnya itu tidak diperolehnya dari guru tersebut, tetapi dari
guru lain yang kemudian guru itu digugurkannya (disembunyikannya). Perawi itu
kemudian meriwayatkan Hadis tersebut dari gurunya yang pertama dengan lafadz
yang mengandung pengertian seolah-olah dia mendengarnya darinya, seperti
perkataan, قال atau سمع atau عن sehingga orang lain menduga bahwa dia
mendengar dari gurunya yang pertama di atas. Dia tidak menyatakan secara tegas
bahwa dia mendengar Hadis tersebut dari gurunya yang pertama itu dengan tidak
menggunakan lafadz سمعت atau حدثني sehingga dia tidak dianggap berdusta.
Perawi yang digugurkannya tersebut boleh jadi satu orang atau lebih.
Biasanya periwayat yang digugurkan adalah periwayat yang lemah dengan
tujuan agar sanad hadits yang bersangkutan dinilai berkualitas baik oleh orang
lain.15
2) Tadlis Al-Syuyukh
Seorang perawi meriwayatkan Hadis dari seorang guru yang didengarnya
langsung dari guru tersebut, maka perawi tersebut menyebut nama guru itu,
gelarnya, nasabnya, atau sifatnya yang tidak dikenal orang agar orang lain tidak
mengenalnya.
,حدثنا عبد الله بن أبي عبد الله :Umpamanya, perkataan Abu Bakar ibn Mujahid
“telah menceritakan kepada kami ‘Abd Allah Ibn ‘Abd Allah.” Yang
dimaksudnya dengan Abd Allah disini adalah Abu Bakar ibn Abu Dawud alSijistani.
2. Dari segi cacatnya rawi
Hadits-hadits yang mardud yang disebabkan cacatnya rawi ada sepuluh hal
(lima hal yang berhubungan dengan ‘adalah dan lima yang lainnya berhubungan
dengan dhobtun )
Lima hal yang berhubungan dengan ‘Adalah :
a. Dusta
b. Tertuduh Dusta
c. Fasik
d. Bid’ah
e. Jahalah (tidak diketahui
keadaannya)
Lima hal yang berhubungan dengan Dhobtun
a. Banyak salah
b. Jelek atau tidak baik hafalan
c. Lengah dalam menghafal
d. Banyak ragu
e. Menyalahi riwayat orang kepercayaan (tsiqah) yaitu :
- Dengan penambahan sisipan
- Dengan memutarbalikan
- Dengan menuka-nukar rowi
- Dengan merubah syakal
- Dengan merubah titik-titik huruf
Pada pembahasan kali ini kami hanya akan membahas hadits matruk,
hadits munkar, dan hadits maudhu’ (secara singkat, akan ada pembehasan pada
pertemuan selanjutnya).
a. Hadits Maudhu’16
Hadis maudu’ ialah hadis yang diada-ada dan dibuat-buat. Hadis ini dicipta
dan dan dibuat oleh seseorang, yang ciptaan itu dinisabkannya kepada Nabi SAW
secara dusta, baik sengaja maupun tidak.
Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa hadis maudu’ itu sebetulnya
bukan hadis yang bersumber dari Rasul, hanya saja disandarkan kepada Rasul.
Para ulama sepakat bahwa tidak boleh meriwayatkan hadis maudu’, bagi
seseorang yang mengetahui keadaannya, kecuali disertai penjelasan tentang
kemaudhu’annya
Para ulama telah membuat kaidah-kaidah yang menjadi dasar dalam
menetapkan hadis-hadis maudu’. Para ulama itu telah menetapkan tanda-tanda
atau ciri-ciri yang harus kita perhatikan dengan seksama. Agar kita dapat
membedakan mana yang maudu’ dan mana yang bukan maudu’. Ciri-ciri itu
adalah sebagai berikut:
1. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad
a) Pengakuan sendiri dari hadis maudu’. Maisarah ibn Abd Rabbith al-Farisi
mengaku bahwa ia telah membuat hadis palsu tentang keutamaan-keutamaan
al-Qur’an, juga ia telah mengaku memaudu’kan hadis tentang keutamaan Ali.
Pembuatan hadis palsu tentang keutamaan al-Qur’an, juga dibuat oleh Nuh
bin Abi Maryam.
b) Tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya Ma’mun ibn Ahmad al-Hawari,
mengaku mendengar hadis dari Hisyam ibn Hammar. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa antara murid dengan gurunnya tidak sezaman dan tidak
pernah berjumpa.
2. Ciri-ciri yang terdapat pada matan
a) Susunan kalimatnya rancu. Kalimat rancu, tidak luwes, tidak mungkin
diucapkan oleh seorang sangat fasih seperti Nabi.
b) Matan-nya bertentangan dengan akal sehat, al-Quran dan Hadis yang lebih
kuat.
c) Matan-nya menyebutkan janji yang sangat besar atau perbuatan yang sangat
kecil atau ancaman yang sangat besar atau perkara kecil.
d) Bertentangan dengan kaedah kedokteran.
Motivasi-motivasi yang Mendorong Melakukan Pemlsuan
1. Cerita-cerita dan nasehat
Para tukang cerita ingin menarik perhatian orang awam mengajak mereka
kepada kebaikan dan menghindari kemungkaran.
2. Membela suatu madzhab
Khususnya madzhab kelompok politik pasca terjadinya fitnah, dan yang paling
banyak melakukan kebohongan adalah kelompok Syiah Rafidhah.
3. Zindiq
Para pemimpin dan penguasa negeri yang ditaklukkan telah tunduk pada
kekuasaan Islam, akan tetapi mereka masih memendam rasa kedengkian di
dalam hati, namun mereka tidak mampu terang-terangan memusuhinya,
akhirnya mereka memalsukan hadis yang berisi kelemahan dan ejekan yang
tujuannya merusak agama.
Contoh: 17
من قال لااله إلا الله خلق الله من تلك الكلمة طا ئرا له سبعون الف لسان لكل لسان
سبعون الف لغة
Artinya: barang siapa mengucap الله إلا لااله, maka allah akan menjadikan dari
kalimat itu , seekor burung yang mempunyai 70.000 lidah, bagi tiap 70.000
bahasa…
Keterangan:
1) Hadits ini bukan sabda Rasulullah saw. boleh jadi pemalsuan kaum zindiq,
tetapi dikatakan orang sabda nabi. Jadi dinamakan hadist maudhu’
2) Orang yang mengada-adakannya itu bermaksud merendahkan derajar nabi,
karena dalam susunan itu ia tidak menyebut syahadat bagi nabi Muhammad.
3) Kalau diperhatikan perkataan: “seekor burung, mempunyai 70.000 lidah, tiaptiap satu lidah 70.000 bahasa”, maka tidak boleh tidak, mesti kita berkata
bahwa susunan itu kacau, tidak mungkin nabi pernah bersabda demikian.
b. Hadits Matruk
Hadist matruk merupakan hadits yang perowinya mempunyai cacat altuhmah bi al-kadzib atau tertuduh dusta.
Dalam istilah,
هو الحديث الذى فى إسناده راومتهم بالكذب
Yaitu hadits yang terdapat pada sanadnya, perawi yang tertuduh dusta.
Contohnya:
( ابن عدي) حدثنا محمد بن الحسن بن قتيبة حدثنا احمد بن جمهور القرقساني حدثنا
محمد بن ايوب حدثني ابي عن رجاء بن نوح حدثني ابنة وهب بن منبه عن ابيها
عن ابي هريرة مرفوعا : من تزوج قبل ان يحج فقد بدأ بالمعصية. ( اللالئ ٢:
(١٢٠
Artinya: (Berkat Ibnu ‘Adi): Telah menceritakan kepda kami, Muhammad
bin Hasan bin Qutaibah, telah menceritakan kepada kami, Ahmad bin Jumhur alQurqasani telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ayyub, telah
menceritakan kepadaku, bapakku dari Raja’ bin Nuh, telah menceritakan
kepadaku, anak perempuan Wahb bin Munabbah, dari bapaknya, dari Abi
Hurairah, Nabi bersabda: “Barangsiapa kawin sebelum naik haji, maka
sesungguhnya ia telah mulai mengerjakan ma’siat”. (Al-La-al-u 2:120)18
Keterangan:
1) Dalam sanad Hadits tersebut ada seorang rawi bernama Ahmad bin Jumhur.
Ia dituduh berdusta serta Hadits itu hanya diriwayatkan dari perantarnya saja,
tidak ada dari yang lainnya; yang begini disebut Matruk.
2) Selain itu, ada pula seorang rawi yang suka meriwayatkan hadits-hadits palsu,
yaitu Muhammad bin Ayyub.
3) Di sini ditunjukkan satu contoh saja.
4) Pokok kelemahan Hadits Matruk, ialah tentang Tuduhan.
5) Semua macam hadits Matruk tidak boleh dipakai sebagai alasan Agama.
Adapun nama-nama Rawi yang haditsnya teranggap Matruk ada banyak, di
antaranya: ‘Amr bin Syammar al- Ju’fi asy-Sy’i, ‘Amr bin Tsabit Abul-Miqdam,
Bisyr bin al-Husain
c. Hadits Munkar
Kata munkar digunakan untuk hadits yang seakan-akan mengingkari atau
berlawanan dengan hadits yang lain yang lebih kuat. Dikalangan ulama hadits,
hadits munkar didefinisikan dengan (i) hadits yang dalam sanadnya terdapat
perowi yang mengalami kekeliruan yag parah, banyak menggalamikesalahan, dan
pernah berbuat fasik; (ii) hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang dhaif
bertentangan dengan riwayat perowi yang tsiqqqah.
19
Contoh:
عن حبيب بن حبيب وهو اخو حمزة بن حبيب الزيات المقرئ عنىابي اسحاق عن
العيزار بن حريث عن ابن عباس عن النبي ص.م قال : من اقام الصلاة وآتى
الزكاة وحج البيت وصام وقرى الضيف دخل الجنة ( رواه ابن حاتم)
Artinya: dari Hubaiyib bin Habib ia ini saudara bagi Hamzah bin Habib
az-Zaiyat al-Muqri dari Abi Ishaq, dari ‘Aizar bin Huraits, dari Ibnu ‘Abbas, dari
Nabi saw. Ia bersabda: “Barangsiapa mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
naik haji ke Baitullah, shaum da memberi makan tamu, niscaya akan masuk
syurga. (R. Ibnu Hatim)
Keterangan
1) Susunan sanadnya, kalau diatur, akan menjadi begini:
a. Hubai-yib bin Habib,
b. Abi Is-haq,
c. ‘Aizar bin Huraits,
d. Ibnu ‘Abbas,
e. Nabi saw.
2) Sanad ini tidak kuat, karena Hubai-yib bin Habib (a) dilemahkan oleh Abu
Zur’ah, dan ditinggalkan oleh Ibnu Mubarak.
3) Lain-lain rawi yang lebih kuat dari Hubai-yib meriwayatkan Hadis itu sebagai
omongan Ibnu ‘Abbas, bukan sebagai sabda Nabi saw. Inilah yang terkenal
antara ulama.
4) Karena sanad hadis itu lemah serta bertentangan dengan yang lebih kuat
daripadanya yaitu yang mengatakan omongan Ibnu ‘Abbas maka hadis yang
dicontohkan itu disebut munkar.
Adapun yang lebih kuat daripadannya, yaitu anggapan sebagai ucapan Ibnu
‘Abbas dinamakan Ma’ruf. (hal.142)
C. Kehujjahan Hadits Dhoif20
Dikalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang pengamalan hadis dho’if
ini. Berikut ini kami kemukakan kesimpulan pendapat para ulama dalam masalah
ini.
Menurut Bukhari, Muslim, Abu Bakar ibn ‘Arabi dan segenap pengikut
Daud Al-Zahiri, tidak boleh sama sekali mengamalkan hadis dho’if, sekalipun
untuk fadoil al a’mal. Hal ini untuk menjaga agar seseorang tidak mengamalkan
sesuatu yang sebenarnya tidak dikerjakan oleh Nabi SAW.
Sementara itu, menurut al-Nawawi, Syekh Ali al- Qori, dan Ibnu Hajar alHaitami boleh mengamalkan hadis dho’if , terutama dalam hal fadoil al-a’mal,
baik yang berkaitan dengan hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.
Al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqolani menjelaskan dengan sangat baik, bahwa syarat
mengamalkan hadis dho’if itu ada tiga yaitu:
1) Hadis tersebut tidak terlalu dho’if, maka hadis yang diriwayatkan oleh
seorang pendusta atau dituduh dusta atau orang yang sering keliru maka hadis
seperti ini tidak boleh diamalkan.
2) Bahwa keutamaan perbuatan yang terkandung dalam hadis itu sudah
termasuk dalil yang lain (baik al- Quran maupun hadis shahih) yang bersifat
umum, sehingga perbuatan itu tidak termasuk perbuatan yang sama sekali
tidak mempunyai dasar.
3) Tatkala kita mengamalkan hadis dho’if tersebut, janganlah kita meyakini
bahwa perbuatan itu telah pernah dikerjakan Nabi. Hal ini untuk menghindari
penyadaran kepada Nabi, sesuatu yang tidak beliau kerjakan dan sabdakan.
Imam Ahmad telah berkata: hadis dho’if itu lebih baik dari qiyas. Yang
dimaksud oleh Imam Ahmad “Hadis Dho’if” ialah hadis yang setingkat
dengan hadis Hasan, karena pada masa Imam Ahmad belum ada pembagian
hadis menjadi tiga macam (hadis sahih, hasan, dho’if), tetapi hanya ada hadis
sahih dan hadis dho’if.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar