Halaman

Kamis, 04 Februari 2021

TUGAS UAS TEKHNOLOGI PENDIDIKAN MEDIA PEMBELAJARAN : POWER POINT

 


Media Pembelajaran : Power Point Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas 4 SD 

https://drive.google.com/file/d/1hLqxWvp4AVff4Ji05fVp9Pj3Psfk7OSh/view?usp=drivesdk

Selasa, 19 Januari 2021

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT UMUM


 Pemikiran filsafat ilmu banyak dipengaruhi oleh lingkungan.Secara periodisasi filsafat ilmu barat adalah zaman kuno, zaman abad pertengahan. zaman modern dan masa kini. Periodisasi filsafat ilmu Cina adalah zaman kuno, zaman pembauran, zaman neokonfusionisme dan zaman modern dan dikenal dengan sebutan periode weda, biracarita, sutra  sutra dan skolastik.Yang terpenting dalam filsafat ilmu India adalah bagaimana manusia berteman dengan dunia bukan untuk menguasai dunia. Sedangkan filsafat ilmu Islam dikenal dengan periode mutakalimin dan filsafat ilmu Islam. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung secara bertahap dan berkembang berdampingan dengan agama. Sejarah perkembangan ilmu terbagi secara periode, yakni:

 Zaman Pra Yunani Kuna (zaman batu), pada abad VI SM muncul lahirnya filsafat sehingga orang mencari jawaban rasional tentang problem alam semesta. 

 Zaman Yunani Kuno, pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide.

 Masa Helinistis Romawi. Pada masa ini muncul beberapa aliran yaitu :

Stoisisme, segala kejadian menurut ketetapan yang tidak dapat dihindari.

Epikurisme, segalanya terdiri dari atom  atom.

 Skepisisme, bidang teoretis manusia tidak mampu mencapai kebenaran.

 Eklektisme, pengambilan unsur filsafat dari aliran aliran lain tanpa berhasil mencapai suatu pemikiran yang sungguh-sungguh.

 Neoplatoisme, paham yang ingin menghidupkan kembali filsafat Plato.

 Zaman Abad Pertengahan, mengalami 2 periode yakni: a. Periode Patrikis mengalami tahap: permulaan agama Kristen dan filsafat Agustinus. b. Periode Skolastik menjadi 3 tahap yakni; periode awal, periode puncak, dan periode akhir.

 Zaman Renaissance, zaman peralihan menjadi kebudayaan modern.

 Zaman Modern, ditandai dengan berbagai penemuan ilmiah. 

 Zaman kontemporer (abad XX dan seterusnya). Perkembangan filsafat ilmu, antara ontologi, epistemologi, aksiologi seiring tidak seimbang. Ilmu pengetahuan terbentuk dengan beberapa tahap dan periode periode perkembangan sebagai berikut :

Abad ke-4 SM, peninggalan peninggalan menggambarkan ilmu pengetahuan mulai ditemukan. Pada abad ini terjadi pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos atau rasional. Aristoteles adalah tokos yang terkenal pada periode ini. Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal dari perintisan ilmu pengetahuan adalah hal hal sebagai berikut:

Pengenalan, terbagi menjadi 2 (dua) macam yakni: pengenalan indrawi yaitu pengetahuan tentang hal hal konkret dari suatu benda, dan pengenalan rasional. 

 Metode. Metode untuk mengembangkan ilmu pengetahuan ada 2 (dua) yakni : induksi intuitif yaitu penyusunan hukum yang berasal dari fakta, dan dedukasi (silogisme) yaitu pengetahuan universal menuju fakta-faktamempersoalkan hakikat.

Sejak abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah pilah serta di satu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi, dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapan Cogito Ergo Sum yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus ragukan apa yang kita amati, karena melalui keraguan akan menimbulkan kesadaran. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant (1724-1808), bahwa ilmu pengethuan itu bukan merupakan pengalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio dan berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. Menurut Syadali (1997) rasionalisme sangat bertentangan dengan empirisme. Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide ide yang masuk akal. Pengalaman nyata, itu hanyalah fotokopi dari sebuah ide. Namun, realitas keilmuan tidak selalu demikian. Oleh sebab itu, dalam mencari kebenaran, filsafat ilmu tidak mempermasalahkan paham tersebut, yang terpenting adalah ada kontinuitas, tidak saling bertentangan antar paham. Filsafat ilmu sebagai induk keilmuan tidak akan kehilangan jejak ketika menempatkan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu menjadi fondasi berpikir tentang ilmu pengetahuan.

Abad 17 sesudah Masehi, pada periode yang kedua ini terjadi revolusi ilmu pengetahuan karena adanya perombakan total dalam cara berpikir. Apabila Aristoteles cara berpikirnya bersifat ontologis rasional, sedangkan Gallileo Gallilei (tokoh pada abad 17 sesudah masehi) cara berpikirnya bersifat analisis. Abad 17 meninggalkan cara berpikir matafisi ( apa yang berada di balik yang Nampak atau apa yang ada di balik fenomena) dan beralih ke elemenelemen yang terdapat pada suatu benda, jadi tidak mempersoalkan hakikat.

Sejak abad 17, ilmu pengetahuan berpijak pada prinsip prinsip yang kuat yaitu jelas dan terpilah pilah serta di satu pihak berpikir pada kesadaran, dan pihak lain berpihak pada materi, dilihat dari pandangan Rene Descartes (1596-1650) dengan ungkapan Cogito Ergo Sum yang artinya karena aku berpikir maka aku ada. Untuk mencapai sesuatu yang pasti menurut Descartes kita harus ragukan apa yang kita amati, karena melalui keraguan akan menimbulkan kesadaran. Prinsip ilmu pengetahuan satu pihak berpikir pada kesadaran dan pihak lain berpijak pada materi juga dapat dilihat dari pandangan Immanuel Kant (1724-1808), bahwa ilmu pengethuan itu bukan merupakan pengalaman terhadap fakta, tetapi merupakan hasil konstruksi oleh rasio dan berpendapat bahwa pengenalan berpusat pada subjek dan bukan pada objek. Menurut Syadali (1997) rasionalisme sangat bertentangan dengan empirisme. Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide ide yang masuk akal. Pengalaman nyata, itu hanyalah fotokopi dari sebuah ide. Namun, realitas keilmuan tidak selalu demikian. Oleh sebab itu, dalam mencari kebenaran, filsafat ilmu tidak mempermasalahkan paham tersebut, yang terpenting adalah ada kontinuitas, tidak saling bertentangan antar paham. Filsafat ilmu sebagai induk keilmuan tidak akan kehilangan jejak ketika menempatkan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu menjadi fondasi berpikir tentang ilmu pengetahuan. 

BIOGRAFI DAN METODE PENULISAN KITAB SHOHIH MUSLIM

 Biografi Imam Muslim (204-261 H)

 Nama lengkapnya adalah Al-Imam Abu Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi. Beliau dinisbatkan dengan kota Naisabur dimana beliau dilahirkan disana, sebuah kota kecil di sebelah timur laut Negara Iran (sekarang). Terdapat perbedaan pendapat berkenaan dengan tahun kelahiran beliau, namun menurut pendapat yang kuat, Imam Muslim dilahirkan pada tahun 204 H/802 M. Ia juga belajar hadis sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru Al-Bukhari dan ulama lain selain mereka. Orang yang menerima hadis dari Imam Musli, termasuk ulama-ulama pada masanya. Ia juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat. Yang paling bermanfaat adalah kitab sahihnya yang dikenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini, disusun lebih sistematis dari Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Bisa disebut dengan As-Shohihaini, yang berarti dua orang tua, maksudnya dua ulama tokoh pakar hadis. Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumuddin terdapat istilah akhraja hu yang berarti mereka berdua meriwayatkannya. Ia belajar hadis sejak usia dini, yaitu saat berusia 16 tahun, yaitu mulai tahun 218 H. ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan Negara-negara lainnya.

  Di Khurasan ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih, di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Ansan; di Irak, ia belajar hadis kepada Imam Ahmaddan Abdullah bin Maslamah; di Mesir, ia berguru kepada Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadis yang lain. Ia berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadis, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, ia sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya dan ketika terjadi fitnah antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung dengan Bukhari sehingga hal ini menjadi terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Shahih-nya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari Az-Zihli padahal Az-Zihli adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadis dalam Shahih-nya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal Bukharipun gurunya. Tampaknya menurut Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari kedua gurunya itu ke dalam Shahih-nya, namun tetap mengakui mereka sebagai guru.

 Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlajnya, diantaranya Al-FamiAsh-Shahih atau lebih dikenal sebagai Sahih Muslim, Al-Musnad Al-Kabir, (kitab yang menerangkan nama-nama para rawi hadis), kitab Al-Asma wal-Kuna, Kitab Al-Ilal, Kitab Al-Aqran, Kitab Suindera Ahmad bin Hanbal, Kitab Al-Intifa bi Uhubis-Siba, Kitab Al-Muhadaramin, Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, Kitab Auladih-Shahabah, Kitab Auham Al-Muhadditsin. Di antara karya-karya tersebut, yang termasyhur adalah Ash-Shahih, yang judul lengkapnya adalah Al-Musnad Ash-Shahih Al-Mukhtasar min As-Sunan bi Naql Al-Adlan Rasul Allah. Menurut perhitungan M.Fuad Abd Al-Baqi, kitab ini berisi 3.033 hadis. Dari perjalanan panjang hidupnya, rihlah ilmiyah, perjuangannya dalam mencari hadis, memberikan kontribusi besar bagi ummat Islam lewat sekian banyak karya, akhirnya pada usia 57 tahun Imam Muslim (rahimahullahu taala) menutup usia, tepatnya pada hari minggu 4 rajab tahun 261 H/859 M, beliau dikebumikan dalam hari senin tanggal 5 rajab tahun 261 H di kota kelahirannya, Naisabur.

Metode Penulisan Kitab Shohih Bukhori Muslim

Metode dan sistematika penulisannya kitab Bukhori sebagai berikut:

Mengulangi Hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat Al-Quran.

Memasukkan fatwa sahabat dan tabiin sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia kemukakan.

Mentaliqkan (menghilangkan sanad) pada Hadits yang diulang karena pada tempat lain sudah ada sanadnya yang bersambung.

Menerapkan prinsip-prinsip al-jarḥ wa at-ta’dīl.

Mempergunakan berbagai sigat tahammul.

Disusun berdasar tertib fiqih.

Metode dan sistematika penulisan kitab Muslim antara lain sebagai berikut:

Hanya meriwayatkan Hadis dari para periwayat yang adil, kuat dalam hal hafalan dan dapat dipertanggungjawabkan kejujurannya, serta amanah.

Hanya meriwayatkan hadis-hadis yang lengkap sanadnya.

Menyebutkan rawi-rawi dari beberapa hadis yang mempunyai tema yang sama dengan tanpa memotong satu jalur periwayatan dengan redaksi hadisnya, hanya dipisahkan dengan huruf khâ (ح) yang dicetak tebal sebagai tanda batas satu riwayat disambung dengan jalur riwayat yang lain.

Digunakannya ‘cetak tebal’ pada beberapa hadis, misalnya lafad haddatsana (حدثنا), Akhbarâna (اخبرنا) dan haddatsani (حدثنى) hal ini menandakan adanya ‘perbedaan situasi’ yang perawi alami ketika menerima ha


dis.

BIOGRAFI DAN METODE PENULISAN KITAB SHOHIH BUKHORI




 


Biografi Imam Bukhari ( 194-256 H)

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughirah Al-Jafi bin Bardizbah Al-Bukhori. Ia dilahirkan bulan Syawal 194 H dinegeri Bukhora, Uzbekistan, Asia Tengah sehingga lebih dikenal nama Al-Bukhori. Ia sangat alim dibidang hadits dan telah menyusun sebuah kitab yang keshohihannya disepakati oleh umat islam dari zaman dahulu hingga sekarang. Bukhari dididik dalam keluarga para ulama yang taat beragama. Dalam kitab Ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayah Al-Bukhari dikenal sebagai orang yang wara, dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih hal yang haram. Ia seorang ulama bermazhab Maliki dan murid Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fiqih. Ia wafat ketika Bukhoari masih kecil. Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun, bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci, terutama Mekah dan Madinah, untuk mengikuti kuliah oleh para guru besar hadis. Pada usia 18 tahun, ia menerbitkan kitab pertama qudhayah shohabah wa Tabiin, hapal kitab-kitab hadis karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya, Syekh Ishaq, ia menghimpun hadis-hadis shahih dalam satu kitab, dan dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80.000 rawi disaring menjadi 7.275 Hadis. 

Bukhari memiliki daya hapal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bain Ismail. Sosok bukhori kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecokelatan, ramah dermawan, dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan. Sang ayah, Ismail Ibnu Ibrahim, juga seorang ahli hadis yang terpandang. Ismail merupakan salah seorang murid ulama terpandang, Hammad ibnu Zaid dan Imam Malik. Sang ayah tutup usia saat Imam Bukhari masih belia. Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan. Di samping menjadi anak yatim, juga tidak dapat melihat karena buta (tidak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya tersebut). Ibunya senantiasa berusaha dan berdoa untuk kesembuhan beliau. Alhamdulillah, dengan izin dan karunia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara total.

 Untuk mengumpulkan daya menyeleksi hadits sahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para rawi hadis, mengumpulkan dan menyeliksi hadisnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya, antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekah,Madinah), Kufa, Baghdad sampai Asia Barat. Di Baghdad, Bukhori sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota itu, ia bertemu dengan 80.000 rawi. Dari merekalah, Bukhari mengumpulkan dan menghapal satu juta hadis. Namun tidak semua hadis yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadis tersebut bersambung dan apakah rawi (periwayat/pembawa) hadis itu terpercaya dan tsiqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bukhari menulis sebanyak 9.082 hadis. Imam Bukhori meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Ẓuhur pada Hari Raya Idul Fitri.

Senin, 11 Januari 2021

HADITS DHOIF

 A. Pengertian Hadits Dhoif 

Menurut bahasa, dhaif berarti lemah, yakni hadist yang lemah atau hadits 

yang tidak kuat. Menurut istilah An-Nawawiy merumuskan definisi hadist dhoif

sebagai berikut:1

الحديث الضعيف هو ما لم يو جد فيه شروط من شروط الحسن

Artinya: Hadits yang di dalamnya tidak ditemukan syarat-syarat yang wajib 

ada dalam hadits shahih dan hasan.

Sedangkan, Nur Din ‘Itr mendefinisikan hadits dhoif sebagai berikut :2

الحديث الضعيف هو ما فقد شرطا من شروط الحديث المقبول

Artinya: Hadist yang di dalamnya tidak ditemukan satu syarat dari syarat￾syarat hadits yang diterima (maqbul). 

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadits dhoif ialah hadist 

mardud. 

Sebab kedhoifan suatu hadist ada dua macam, yaitu 

1. Dari segi sanad yang terputus 

2. Dari segi cacat pada rowinya 

 

B. Pembagian Hadits Dhoif 

1. Pembagian Hadits Dhoif dari Segi Sanad yang Terputus 

Hadits yang teranggap lemah karena putus (gugur, tidak tersebut) sanadnya 

ialah sebagai berikut: 

a. Hadits Mu’allaq (معلق) 

Mu’allaq berasal dari kata dasar ‘alaqa (علق) yang berarti tergantung atau 

digantungkan. Sedangkan menurut istilah ialah 3

هو الذى ما حذف من اول اسناد واحد فاكثر على التوالى

Artinya: Hadits yang perawinya digugurkan, seorang atau lebih di awal 
sanadnya secara berurutan. 
Contoh:4
قال أبو عيسى: وقد روي عن عائشة عن النبي ص.م. قال: من صلى بعد 
المغرب عشرين ركعة بنى الله له بيتا فى الجنة
Artinya: Berkata Abu ‘Isa (Turmudzi) dan sesungguhnya telah diriwayatkan 
dari ‘Aisyah, dari Nabi saw. Beliau bersabda : “Barang siapa shalat sesudah 
maghrib, 20 rakaat, Allah akan mendirikan baginya sebuah rumah di surga”. 
Keterangan: 
1) Gambaran sanadnya begini: 
1. Abu ‘Isa (Turmudzi) 
2. ‘Aisyah 
3. Rasulullah saw. 
2) Turmudzi tidak bertemu dan tidak sezaman dengan ‘Aisyah. Jadi tentu antara 
kedua-keduanya itu ada beberapa orang rawi lagi. Karena, tidak disebu rawi￾rawinya ini, maka dinamakan dia gugur, seolah-olah hadits itu tergantung. 
Oleh karena itulah dinamakan Mu’allaq. 
3) Setiap Hadits Mu’allaq, hukumnya lemah, tidak boleh dipakai. Oleh sebab 
demikian, hadits tersebut tidak boleh dipakai. 
Hukum di atas adalah untuk hadits mu’allaq secara umum. Akan tetapi, 
hadits mu’allaq yang terdapat di dalam kitab shahih, seperti kitab shahih bukhari 
dan muslim, mempunyai ketentuan khusus. Hal tersebut dikarenakan pada 
dasarnya sanad dari hadits-hadits itu adalah bersambung, namun karena untuk 
meringkas dan mengurangi terjadinya pengulangan, maka sebagian perawinya 
dihapus. 5
b. Hadits Mursal (مرسل) 
Mursal berasal dari kata dasar arsala (ارسل) yang berarti melepaskan. Secara 
istilah hadits mursal ialah 
هو ما سقط من آخر اسناد من بعد التابعى
Artinya: Hadits yang di akhir sanadnya ditemukan adanya perawi yang
gugur setelah tabi’i6
Dengan kata lain, hadits mursal ialah satu hadits yang diriwayatkan oleh
seorang tabi’i langsung dari Nabi Muhammad saw. dengan tidak menyebutkan
nama orang yang menceritakan kepadanya (sahabat). 7
Jelasnya: dalam sanad tersebut, tabi’i tidak menyebut nama orang yang
mengkhabarkan hadits itu kepadanya (sahabat), tetapi langsung menyebut Nabi
saw. saja.8
Contoh:9
عن مالك عن عبد الله بن ابي بكر بن حزم ان فى الكتاب اللذي كتبه
رسول الله ص.م. لعمر بن حزم: ان لايمس القرآن الا طاهر
Artinya: Dari Malik, dari ‘Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm, bahwa dalam
surat Rasulullah saw. tulis kepada ‘Amr bin Hazm (tersebut): “bahwa tidak
menyentuh Qur’an melainkan orang yang suci”
Keterangan:
1) Gambaran susunan sanad hadits tersebut:
1. Malik
2. ‘Abdullah bin Abi Bakr,
3. Rasulullah saw.
2) Abdullah bin Abi Bakr ini seorang tabi’i, sedangkan seorang tabi’i tidak
semasa dan tidak bertemu dengan Nabi saw. Jadi, mestinya ‘Abdullah
menerima riwayat itu dari seorang lain atau sahabi.
Karena, ia tidak menyebutkan nama sahabi atau orang yang mengkhabarkan
kepadanya itu,tetapi ia langsungkan kepada Rasulullah, maka yang begini
dinamakan mursal.
  Terkait masalah kehujjahan hadist mursal sendiri, para ahli berbeda
pendapat, diantaranya adalah: 10
Pertama, hadits mursal dapat dijadikan hujjah secara mutlak,
sebagaimmana pandangan Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan
sebagian ulama lainnya.
Kedua: tidak dapat dijadikan hujjah secara mutlak, sebagaimana pandangan
Imam Muslim.
Ketiga, boleh dijadikan hujjah, sebagaimana pandangan Imam Syafi’i,
dengan catatan memenuhi empat kriteria, yaitu:
1) Diriwayatkan oleh pembesar tabi’i
2) Perawinya tsiqqah
3) Tidak ada kerancuan
4) Diriwayatkan perawi lain pada jalur yang lain pula.
Diantara kitab yang memuat Hadits Mursal ialah Al-Murasil karya Abu Daud,
Al- Murasil karya Ibn Abi Hatim, dll.
c. Hadits Mu’dhal (معضل)
Mu’dhal menurut bahasa ialah tempat memberatkan atau tempat
melemahkan. Sedangkan menurut istilah mu;dhal ialah
هو ما سقط من اسناده اثنان فاأكثر على التوالى
Artinya: hadits yang sanadnya gugur dua rawi atau lebih secara berurutan
Dapat dipahami bahwa hadits mu’dhal adalah setiap hadits yang gugur 2
orang perawi atau lebih berturut-turut, baik itu terjadi diawal, dipertengahan, atau
diakhir sanad.11
Contoh:12
(الشافعي) أخبرنا سعيد بن سالم عن ابن جريج ان رسول الله ص.م. كان اذا راى
البيت رفع يديه 
Artinya: (Kata Syafi’i) telah mengkhabarkan kepada kami, Sa’id bin Salim, 
dari Ibnu Juraij, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. apabila melihat Baitullah, 
beliau mengangkat kedua tangannya 
Keterangan: 
1) Gambaran sanadnya 
1. Syafi’i 
2. Sa’id bin Salim 
3. Ibnu Juraij 
4. Rasulullah saw. 
2) Ibnu Juraiij (80-149 H) tersebut tidak sezaman dengan Nabi, bahkan 
masanya itu dibawah tabi’in. Dia disebut tabi’ut-tabi’in, yakni pengikut 
tabi’in. Jadi, antara dia dengan rasulullah ada dua orang perantara, yaitu 
tabi’in dan sahabat. Karena kedua orang tersebut tidak disebutkan serta gugur 
secara berurutan, maka riwayat diatas dikatakan Mu’dhal. 
Hadits mu’dhal itu hukumnya lemah, yakni tidak boleh dipakai untuk 
menetapkan suatu hukum atau kejadian. 
d. Hadits Munqati’ (منقطع) 
Secara bahasa, munqathi’ berasal dari kata dasar inqatha’a, artinya terputus. 
Sedangkan menurut istilah ialah 
هو مالم يتصل اسناده على اي وجه كان انقطاعه 
Artinya: hadits yang tidak bersambung sanadnya, dan keterputusan sanad 
tersebut bisa terjadi idmana saja. 
Dapat dipahami bahwa hadis munqati’; adalah hadits yang mengalami 
keterputusan sanad, seorang atau lebih, tapi tidak secara beruntun, tidak pula pada 
satu thabaqah. 
Keterputusan mata rantai sanad dalam hadis munqathi’, dapat diketahui 
melalui hal-hal sebagai berikut: 
1) Setelah dilakukan penelitian ulang, dengan berpijak pada masa hidup perawi 
hadits yang tidak segenerasi. 
2) Dari adanya perawi lain yang juga meriwayatkan hadits yang sama. 
3) Adanya ketidakjelasan mata rantai sanad. Hal ini hanya bisa diketahui oleh 
mereka yang memang memiliki keahlian.13
Contoh gugur seorang rawi : 14
قال احمد بن شعيب انا قتيبة بن سعيدنا ابو عوانة نا هشام بن عروة عن 
فاطمة بنت المنذر عن ام سلمة ام المؤمنين قالت: قال رسول الله ص.م. 
لايحرم من الرضاع الا ما فتق الامعاء فى الثدي وكان قبل الفطام. 
١٠ :٢٠ المحلى)
Artinya: berkata Ahmad bin Syu’aib (Imam Nasa’i) telah mengkhabarkan kepada 
kami. Qutaibah bin Sa’id, telah menceritakan kepada kami. Abu ‘Awanah, telah 
menceritakan kepada kami, Hisyam bin ‘Urwah, dari Fatimah binti Mundzir, dari 
Ummi Salamah, Ummil-M’minin, ia berkata: telah bersabda Rasulullah saw. :” 
tidak menjadikan haram dari penyusun, melainkan apa-apa ynag sampai di 
pencernaan dari susu, dan adalah (= teranggap hal ini) sebelum (anak) berhenti 
(dari minum susu)”. (al-mahalla 10:20) 
Keterangan: 
1) Sanad hadits ini, kalau kita gambarankan, akan tampak demikian: 
1. Ahmad bin Syu’aib 
2. Qutaibah bin Sa’id 
3. Abu ‘Awanah 
4. Hisyam bin ‘Urwah 
5. Fatimah binti Al Mundzir 
6. Ummu Salamah 
7. Rasulullah saw. 
Fatimah tidak mendengar hadits tersebut dari Ummu Salamah. Waktu 
Ummu Salamah meninggal, Fatimah ketika itu masih kecil dan tidak bertemu 
dengannya. 
Jadi terang, bahwa antara Fatimah dan Ummu Salamah, ada seorang rawi 
yang gugur. Oleh karena ini, hadits itu dinamakan munqathi’ 
Hadits munqathi’ hukumnya lemah, yakni tidak boleh dipakai atau dijadikan
hujjah dalam agama.
e. Hadits Mudallas (مدلس)
Mudallas secara bahasa berarti yang ditutup atau yang disamarkan. Adapun
secara istilah, hadits mudallas ialah
إخفاء عيب في الإسناد ومحسين لظاهره
Artinya: menyembunyikan cacat dalam sanad dan menampakkannya pada
lahirnya seperti baik.
Hadits mudallas terbagi menjadi dua, yaitu: Tadlis Al-Isnad dan Tadlis Al￾Syuyukh.
1) Tadlis Al-Isnad
Periwayat hadits menyatakan telah menerima hadits dari periwayt tertentu
yang sezaman dengannya, padahal mereka tidak pernah bertemu atau mungkin
saja mereka pernah bertemu, tetapi antara mereka tidak pernah atau diragukan
pernah terjadi kegiatan penyampaian dan penerimaan riwayat hadits. Dalam hal
ini terjadi penyembunyian (pengguguran) periwayat dalam sanad.
Hadis yang di tadlisnya itu tidak diperolehnya dari guru tersebut, tetapi dari
guru lain yang kemudian guru itu digugurkannya (disembunyikannya). Perawi itu
kemudian meriwayatkan Hadis tersebut dari gurunya yang pertama dengan lafadz
yang mengandung pengertian seolah-olah dia mendengarnya darinya, seperti
perkataan, قال atau سمع atau عن sehingga orang lain menduga bahwa dia
mendengar dari gurunya yang pertama di atas. Dia tidak menyatakan secara tegas
bahwa dia mendengar Hadis tersebut dari gurunya yang pertama itu dengan tidak
menggunakan lafadz سمعت atau حدثني sehingga dia tidak dianggap berdusta.
Perawi yang digugurkannya tersebut boleh jadi satu orang atau lebih.
Biasanya periwayat yang digugurkan adalah periwayat yang lemah dengan
tujuan agar sanad hadits yang bersangkutan dinilai berkualitas baik oleh orang
lain.15
2) Tadlis Al-Syuyukh
Seorang perawi meriwayatkan Hadis dari seorang guru yang didengarnya 
langsung dari guru tersebut, maka perawi tersebut menyebut nama guru itu, 
gelarnya, nasabnya, atau sifatnya yang tidak dikenal orang agar orang lain tidak 
mengenalnya. 
 ,حدثنا عبد الله بن أبي عبد الله :Umpamanya, perkataan Abu Bakar ibn Mujahid
“telah menceritakan kepada kami ‘Abd Allah Ibn ‘Abd Allah.” Yang 
dimaksudnya dengan Abd Allah disini adalah Abu Bakar ibn Abu Dawud al￾Sijistani. 
2. Dari segi cacatnya rawi 
Hadits-hadits yang mardud yang disebabkan cacatnya rawi ada sepuluh hal 
(lima hal yang berhubungan dengan ‘adalah dan lima yang lainnya berhubungan 
dengan dhobtun ) 
Lima hal yang berhubungan dengan ‘Adalah : 
a. Dusta 
b. Tertuduh Dusta 
c. Fasik 
d. Bid’ah 
e. Jahalah (tidak diketahui 
keadaannya) 
Lima hal yang berhubungan dengan Dhobtun 
a. Banyak salah 
b. Jelek atau tidak baik hafalan 
c. Lengah dalam menghafal 
d. Banyak ragu 
e. Menyalahi riwayat orang kepercayaan (tsiqah) yaitu : 
- Dengan penambahan sisipan 
- Dengan memutarbalikan 
- Dengan menuka-nukar rowi 
- Dengan merubah syakal 
- Dengan merubah titik-titik huruf 
 Pada pembahasan kali ini kami hanya akan membahas hadits matruk, 
hadits munkar, dan hadits maudhu’ (secara singkat, akan ada pembehasan pada 
pertemuan selanjutnya). 
a. Hadits Maudhu’16
Hadis maudu’ ialah hadis yang diada-ada dan dibuat-buat. Hadis ini dicipta
dan dan dibuat oleh seseorang, yang ciptaan itu dinisabkannya kepada Nabi SAW
secara dusta, baik sengaja maupun tidak.
Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa hadis maudu’ itu sebetulnya
bukan hadis yang bersumber dari Rasul, hanya saja disandarkan kepada Rasul.
Para ulama sepakat bahwa tidak boleh meriwayatkan hadis maudu’, bagi
seseorang yang mengetahui keadaannya, kecuali disertai penjelasan tentang
kemaudhu’annya
Para ulama telah membuat kaidah-kaidah yang menjadi dasar dalam
menetapkan hadis-hadis maudu’. Para ulama itu telah menetapkan tanda-tanda
atau ciri-ciri yang harus kita perhatikan dengan seksama. Agar kita dapat
membedakan mana yang maudu’ dan mana yang bukan maudu’. Ciri-ciri itu
adalah sebagai berikut:
1. Ciri-ciri yang terdapat pada sanad
a) Pengakuan sendiri dari hadis maudu’. Maisarah ibn Abd Rabbith al-Farisi
mengaku bahwa ia telah membuat hadis palsu tentang keutamaan-keutamaan
al-Qur’an, juga ia telah mengaku memaudu’kan hadis tentang keutamaan Ali.
Pembuatan hadis palsu tentang keutamaan al-Qur’an, juga dibuat oleh Nuh
bin Abi Maryam.
b) Tidak sesuai dengan fakta sejarah. Misalnya Ma’mun ibn Ahmad al-Hawari,
mengaku mendengar hadis dari Hisyam ibn Hammar. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa antara murid dengan gurunnya tidak sezaman dan tidak
pernah berjumpa.
2. Ciri-ciri yang terdapat pada matan
a) Susunan kalimatnya rancu. Kalimat rancu, tidak luwes, tidak mungkin
diucapkan oleh seorang sangat fasih seperti Nabi.
b) Matan-nya bertentangan dengan akal sehat, al-Quran dan Hadis yang lebih
kuat.
c) Matan-nya menyebutkan janji yang sangat besar atau perbuatan yang sangat 
kecil atau ancaman yang sangat besar atau perkara kecil. 
d) Bertentangan dengan kaedah kedokteran. 
Motivasi-motivasi yang Mendorong Melakukan Pemlsuan 
1. Cerita-cerita dan nasehat 
Para tukang cerita ingin menarik perhatian orang awam mengajak mereka 
kepada kebaikan dan menghindari kemungkaran. 
2. Membela suatu madzhab 
Khususnya madzhab kelompok politik pasca terjadinya fitnah, dan yang paling 
banyak melakukan kebohongan adalah kelompok Syiah Rafidhah. 
3. Zindiq 
Para pemimpin dan penguasa negeri yang ditaklukkan telah tunduk pada 
kekuasaan Islam, akan tetapi mereka masih memendam rasa kedengkian di 
dalam hati, namun mereka tidak mampu terang-terangan memusuhinya, 
akhirnya mereka memalsukan hadis yang berisi kelemahan dan ejekan yang 
tujuannya merusak agama. 
Contoh: 17
من قال لااله إلا الله خلق الله من تلك الكلمة طا ئرا له سبعون الف لسان لكل لسان 
سبعون الف لغة 
Artinya: barang siapa mengucap الله إلا لااله, maka allah akan menjadikan dari 
kalimat itu , seekor burung yang mempunyai 70.000 lidah, bagi tiap 70.000 
bahasa… 
Keterangan: 
1) Hadits ini bukan sabda Rasulullah saw. boleh jadi pemalsuan kaum zindiq, 
tetapi dikatakan orang sabda nabi. Jadi dinamakan hadist maudhu’ 
2) Orang yang mengada-adakannya itu bermaksud merendahkan derajar nabi, 
karena dalam susunan itu ia tidak menyebut syahadat bagi nabi Muhammad. 
3) Kalau diperhatikan perkataan: “seekor burung, mempunyai 70.000 lidah, tiap￾tiap satu lidah 70.000 bahasa”, maka tidak boleh tidak, mesti kita berkata
bahwa susunan itu kacau, tidak mungkin nabi pernah bersabda demikian.
b. Hadits Matruk
Hadist matruk merupakan hadits yang perowinya mempunyai cacat al￾tuhmah bi al-kadzib atau tertuduh dusta.
Dalam istilah,
هو الحديث الذى فى إسناده راومتهم بالكذب
Yaitu hadits yang terdapat pada sanadnya, perawi yang tertuduh dusta.
Contohnya:
( ابن عدي) حدثنا محمد بن الحسن بن قتيبة حدثنا احمد بن جمهور القرقساني حدثنا
محمد بن ايوب حدثني ابي عن رجاء بن نوح حدثني ابنة وهب بن منبه عن ابيها
عن ابي هريرة مرفوعا : من تزوج قبل ان يحج فقد بدأ بالمعصية. ( اللالئ ٢:
(١٢٠
Artinya: (Berkat Ibnu ‘Adi): Telah menceritakan kepda kami, Muhammad
bin Hasan bin Qutaibah, telah menceritakan kepada kami, Ahmad bin Jumhur al￾Qurqasani telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ayyub, telah
menceritakan kepadaku, bapakku dari Raja’ bin Nuh, telah menceritakan
kepadaku, anak perempuan Wahb bin Munabbah, dari bapaknya, dari Abi
Hurairah, Nabi bersabda: “Barangsiapa kawin sebelum naik haji, maka
sesungguhnya ia telah mulai mengerjakan ma’siat”. (Al-La-al-u 2:120)18
Keterangan:
1) Dalam sanad Hadits tersebut ada seorang rawi bernama Ahmad bin Jumhur.
Ia dituduh berdusta serta Hadits itu hanya diriwayatkan dari perantarnya saja,
tidak ada dari yang lainnya; yang begini disebut Matruk.
2) Selain itu, ada pula seorang rawi yang suka meriwayatkan hadits-hadits palsu, 
yaitu Muhammad bin Ayyub. 
3) Di sini ditunjukkan satu contoh saja. 
4) Pokok kelemahan Hadits Matruk, ialah tentang Tuduhan. 
5) Semua macam hadits Matruk tidak boleh dipakai sebagai alasan Agama. 
Adapun nama-nama Rawi yang haditsnya teranggap Matruk ada banyak, di 
antaranya: ‘Amr bin Syammar al- Ju’fi asy-Sy’i, ‘Amr bin Tsabit Abul-Miqdam, 
Bisyr bin al-Husain 
c. Hadits Munkar 
Kata munkar digunakan untuk hadits yang seakan-akan mengingkari atau 
berlawanan dengan hadits yang lain yang lebih kuat. Dikalangan ulama hadits, 
hadits munkar didefinisikan dengan (i) hadits yang dalam sanadnya terdapat 
perowi yang mengalami kekeliruan yag parah, banyak menggalamikesalahan, dan 
pernah berbuat fasik; (ii) hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang dhaif 
bertentangan dengan riwayat perowi yang tsiqqqah.
19
Contoh: 
عن حبيب بن حبيب وهو اخو حمزة بن حبيب الزيات المقرئ عنىابي اسحاق عن 
العيزار بن حريث عن ابن عباس عن النبي ص.م قال : من اقام الصلاة وآتى 
الزكاة وحج البيت وصام وقرى الضيف دخل الجنة ( رواه ابن حاتم) 
Artinya: dari Hubaiyib bin Habib ia ini saudara bagi Hamzah bin Habib 
az-Zaiyat al-Muqri dari Abi Ishaq, dari ‘Aizar bin Huraits, dari Ibnu ‘Abbas, dari 
Nabi saw. Ia bersabda: “Barangsiapa mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, 
naik haji ke Baitullah, shaum da memberi makan tamu, niscaya akan masuk 
syurga. (R. Ibnu Hatim) 
Keterangan 
1) Susunan sanadnya, kalau diatur, akan menjadi begini: 
a. Hubai-yib bin Habib, 
b. Abi Is-haq, 
c. ‘Aizar bin Huraits, 
d. Ibnu ‘Abbas, 
e. Nabi saw. 
2) Sanad ini tidak kuat, karena Hubai-yib bin Habib (a) dilemahkan oleh Abu 
Zur’ah, dan ditinggalkan oleh Ibnu Mubarak. 
3) Lain-lain rawi yang lebih kuat dari Hubai-yib meriwayatkan Hadis itu sebagai 
omongan Ibnu ‘Abbas, bukan sebagai sabda Nabi saw. Inilah yang terkenal 
antara ulama. 
4) Karena sanad hadis itu lemah serta bertentangan dengan yang lebih kuat 
daripadanya yaitu yang mengatakan omongan Ibnu ‘Abbas maka hadis yang 
dicontohkan itu disebut munkar. 
Adapun yang lebih kuat daripadannya, yaitu anggapan sebagai ucapan Ibnu 
‘Abbas dinamakan Ma’ruf. (hal.142) 
C. Kehujjahan Hadits Dhoif20
Dikalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang pengamalan hadis dho’if 
ini. Berikut ini kami kemukakan kesimpulan pendapat para ulama dalam masalah 
ini. 
Menurut Bukhari, Muslim, Abu Bakar ibn ‘Arabi dan segenap pengikut 
Daud Al-Zahiri, tidak boleh sama sekali mengamalkan hadis dho’if, sekalipun 
untuk fadoil al a’mal. Hal ini untuk menjaga agar seseorang tidak mengamalkan 
sesuatu yang sebenarnya tidak dikerjakan oleh Nabi SAW. 
Sementara itu, menurut al-Nawawi, Syekh Ali al- Qori, dan Ibnu Hajar al￾Haitami boleh mengamalkan hadis dho’if , terutama dalam hal fadoil al-a’mal,
baik yang berkaitan dengan hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang. 
Al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqolani menjelaskan dengan sangat baik, bahwa syarat 
mengamalkan hadis dho’if itu ada tiga yaitu: 
1) Hadis tersebut tidak terlalu dho’if, maka hadis yang diriwayatkan oleh 
seorang pendusta atau dituduh dusta atau orang yang sering keliru maka hadis 
seperti ini tidak boleh diamalkan. 
2) Bahwa keutamaan perbuatan yang terkandung dalam hadis itu sudah
termasuk dalil yang lain (baik al- Quran maupun hadis shahih) yang bersifat
umum, sehingga perbuatan itu tidak termasuk perbuatan yang sama sekali
tidak mempunyai dasar.
3) Tatkala kita mengamalkan hadis dho’if tersebut, janganlah kita meyakini
bahwa perbuatan itu telah pernah dikerjakan Nabi. Hal ini untuk menghindari
penyadaran kepada Nabi, sesuatu yang tidak beliau kerjakan dan sabdakan.
Imam Ahmad telah berkata: hadis dho’if itu lebih baik dari qiyas. Yang
dimaksud oleh Imam Ahmad “Hadis Dho’if” ialah hadis yang setingkat
dengan hadis Hasan, karena pada masa Imam Ahmad belum ada pembagian
hadis menjadi tiga macam (hadis sahih, hasan, dho’if), tetapi hanya ada hadis
sahih dan hadis dho’if.

Kamis, 07 Januari 2021

Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Islam Periode Makkah Madinah

 Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Islam Periode Makkah dan Madinah

Pembinaan pendidikan Islam di Kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam masa pembinaan pendidikan agama Islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan AlQur’an karena AlQur’an merupakan intisari dan sumber pkok ajaran Islam. Disamping itu Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan tauhid kepada umatnya.

Intinya, pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia supaya mempergunakan akal pikirannya dalam memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta sebagai anjuran pendidikan ‘akhliyah dan ilmiyah.

Mahmud Yusuf dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan Islam di Makkah meliputi :

Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.

Pendidikan akhliyah dan ilmiah, yaitu mempelajari kejadiaan manusia dari segumpal darah dan kejadiian alam semesta.

Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.

Pendidikan jasmani dan kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.

Sedangkan pokok pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran Islam, dan merupakan cerminan dari sinar tauhid tersebut. Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agama Islam di Madinah adalah dengan membentuk dan membina masyarakat baru menuju satu kesatuan sosial dan politik. Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan di segani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah :

Nabi Muhammad saw mengkis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar suku dengan jalan mengikat tali peraudaraan diantara mereka. Nabi mempersaudarakan orang-orang dari berbagai kau, mula-mula diantara sesama Kaum Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.

Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dalam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakan pedidikan bagi warga masyarakat sebagai bentuk tanggungjawab sosial, baik secara materil maupun moral.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.

Suatu kebijakan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat jum,at yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan shalat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhhamad SAW dan shalat jum’at berjama’ah.


Pembinaan pendidikan Islam pada Masa Rasulullah di Mekah

Sebelum Nabi Muhammad SAW , memula tugasnya sebagai Rasul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah SWT. Telah mendidik dan mempersiapkan beliau untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna melalui pengalaman, pengenalan, dan peran sertnya dalam kehidupan masyarakat dan lingkngan budanya.

Nabi Muhammad SAW, menerima wahyu pertama dari Allah SWTdi Gua Hira’ padatahun 610 M ketika beliau berusia40 tahun. Wahyu ini sebagai petunjuk dan instruksi untuk melaksanakan tugasnya. 

Dengan turunnya wahtu itu, Nabi Muhammad saw. Mendapat tugas dari Allah SWT. Untuk bangun melemparkan kan selimut dan menyingsingkan lengan baju untuk memberikan peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia, sebagai tugas suci, tugas diikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Setiap wahyu yang diturunkan Allah SWT. Kepada beliau disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan teman sejawatnya dengan sembunyi-sembunyi.

Setelah banyak orang memeluk Islam, Nabi menyediakan rumah Arqam bin Abil Arqamuntuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. Ditempat itulah pendidikan Islam pertama dalam sejarah pendidikan Islam dilaksanakan. Disanalah Nabi beribadah (shalat) bersama sahabat-sahabatnya , mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama Islam kepada Sahabat-sahabatnya, dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) Al-Qur’an kepada para pengikutnya. Di tempat itu pula Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk aama Islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan Agama Islam.

Pada masa pembinaan pendidikan agama Isla di Mekah Nabi MuhammadSAW. Juga mengajarkan Al-Qur’an karena Al-Qur’an merupakan inti sari dari sumber pokok ajaran Islam. Di samping itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan tauhid kepada umatnya.

Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah adalah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada manusia untuk mempergunakan akal pikirannya, memeprhatkan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam semesta sebagai anjuran pendidikan ‘akliyah dan ilmiyah.

Tujuan pokok pembinaan pendidikan di Mekah

Pokok pembinaan pendidikan Islam di Kota Mekah adalah pendidikan tauhid yang menitikberatkan penanaman nilai-nila tauhid ke dalam jiwa setiap individu Muslim agar dalam jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan terjamin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hanun Asrohah , ada dua bidang pokok yang digarap oleh Rasulullah dalam memberikan pembinaan umat Islamdi Mekah, yaitu sebagai berikut.

Pendidikan Tauhid dalam Teori dan Praktik

Intisari pendidikan Islam di Mekah adalah ajaran tauhid yang menjadi perhatian utama Rasulullah. Pada saat itu masyarakat jahiliyah banyak menyimpang dari ajaran tauhid yang telah dibawa oleh Nabi Ibrahim a.s. pokok-pokok ajaran tauhid tercermin dalam Q.S. Al-Fatihah berikut :

Allah adalah pencipta alam semesta yang sebenarnya. Oleh sebab itu, dialah yang berhak mendapatkan segala pujian.

Allah telah memberikan nikmat, segala keperluan bai makhluk-Nya, dan khusus manusia ditambah petunjuk dan bimbingan agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah adalah raja pada hari kemudian yang akan memeprhitungkan segala amal eprbuatan manusia di dunia ini.

Hanya Allah satu-satunya yang patut disembah. Hanya kepada Allah segala bentuk pengabdian ditujukan.

Allah adalah penolong yang sebenarnya maka hanya kepada-Nya manusia meminta pertolongan.

Jumat, 10 Januari 2020

TUGAS UAS TEKHNOLOGI PENDIDIKAN MEDIA PEMBELAJARAN : POWER POINT

  Media Pembelajaran : Power Point Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas 4 SD  https://drive.google.com/file/d/1hLqxWvp4AVff4Ji05fVp9P...